- Details
- Category: Ekonomi Makro
- Hits: 5561

Hari ini ada tulisan menarik di harian Republika (11/01/10) dengan judul Meraba Likuiditas 2010. Dalam tulisan ini antara lain dikutip pernyataan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa tahun 2010 akan diwarnai ‘banjir’ Dollar AS dalam jumlah yang sangat besar, mencapai US$ 2.4 trilyun !.
Saya berasumsi bahwa sebagai Menteri Keuangan, Ibu Menteri tentu tidak sembarang mengeluarkan pernyataan. Pernyataannya sudah seharusnya didasari oleh pengetahuan yang sangat dalam dan di support oleh team yang juga sangat menguasai bidangnya. Maka saya dalam tulisan ini menganggap pernyataan tersebut sebagai prediksi yang peluang kebenarannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peluang kelirunya.
Dengan asumsi bahwa benar tahun 2010 Dollar AS akan membanjiri pasar internasional, lantas apa dampak ‘banjir’ Dollar tersebut pada harga emas dunia ?. Untuk menjawab pertanyaan ini saya menggunakan Teori Kwantitas yang terkenal dengan equation of exchange-nya seperti dalam rumus diatas.
- Details
- Category: Ekonomi Makro
- Hits: 13328

Di dunia perdagangan emas ( sebenarnya juga pada dunia perdagangan lainnya), tidak ada satu ahli-pun yang bisa memperkirakan dengan pasti akan kemana harga emas pada hari esuk. Yang bisa dilakukan hanyalah analisa terhadap apa-apa yang sudah atau sedang terjadi dan kemungkinan pengaruhnya untuk waktu yang akan datang.
Analisa statistik semacam ini sering saya buat dalam beberapa kali tulisan, seperti yang saya tulis pada akhir Maret lalu yang kemudian menjadi salah satu tulisan favorit pembaca : Musim Membeli Emas/Dinar. Meskipun analisa statistik semacam ini terbukti relatif akurat untuk memprediksi pergerakan harga emas kedepan, ilmu masa depan tetap milik Allah semata.
Memprediksi harga emas dunia dalam pasar yang sangat global seperti di zaman teknologi ini menjadi semakin sulit karena tidak hanya faktor-faktor ekonomi saja yang mempengaruhi harga emas dunia; tetapi faktor politik tidak kalah pentingnya.
Untuk faktor ekonomi, kita tahu bahwa karena harga emas dunia umumnya dinilai dalam US$ - maka ekonomi negara Paman Sam tersebut sangat dominan perannya dalam harga emas dunia. Masalahnya adalah meskipun mereka mengajari dunia tentang keterbukaan dan tanggung jawab, realitanya ekonomi mereka sendiri tetap gelap.
- Details
- Category: Ekonomi Makro
- Hits: 5618

Diantara negara-negara besar dunia yang nampak betul kegelisahannya terhadap kinerja dan masa depan US$ adalah China.
Setelah bulan lalu China mengajak negara-negara besar lain yaitu Brasil, Rusia dan India (termasuk China sendiri menjadi BRIC) untuk memikirkan pengganti US$ ; pekan lalu China berusaha mengagendakan perdebatan tentang the New Global Reserve Currency dalam forum G-8 namun tidak berhasil.
Mengapa China begitu getol ingin memiliki alternatif Reserve Currency selain US$ ?. Ini yang kita bisa belajar dari mereka.
Dalam sepuluh tahun terakhir, ternyata kinerja US$ jauh lebih buruk dibandingkan dengan kinerja Yuan. Perbandingan ini hanya bisa dilihat apabila keduanya disandingkan dan diukur dengan mata uang yang lain – yang adil sepanjang zaman – apalagi kalau bukan Dinar. Grafik diatas menujukkan hal ini.
Bila dianggap harga Dinar tahun 2000 adalah 100 %; maka dalam nilai US$ harga saat ini adalah 340 %, sedangkan dalam yuan hanya 281 %. Artinya US$ lebih cepat turun daya belinya ketimbang Yuan – bila ditimbang dengan timbangan yang baku. US$ memang masih lebih baik dibandingkan dengan Rupiah karena dalam Rupiah harga Dinar saat ini 410% dari harga tahun 2000; jadi yang bagi rakyat Indonesia kinerja US$ masih menarik (karena lebih baik dari Rupiah –uang kita sendiri), bagi China US$ tidak lagi menarik karena kinerjanya yang lebih buruk dibandingkan kinerja uang mereka sendiri.
- Details
- Category: Ekonomi Makro
- Hits: 5243

Sudah sejak minggu lalu sampai hari ini terus terjadi perdebatan tingkat tinggi yang melibatkan para petinggi negeri ini, termasuk wakil presiden dan menkeu sampai-sampai rakyat seperti saya dibuat bingung karenanya. Perdebatan ini seputar dana talangan yang mencapai Rp 6.7 trilyun ke salah satu bank yang dinilai gagal. Perdebatan ini sejatinya membuka aib pemerintah sendiri karena menunjukkan betapa buruknya mereka berkomunikasi satu sama lain.
Terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam berdebatan-perdebatan tersebut, yang sebenarnya harus ditinjau adalah apakah Lembaga Penjamin Simpanan – LPS dalam bentuknya sekarang adalah hal yang adil bagi rakyat negeri ini. LPS yang meniru mentah-mentah konsep Deposit Insurance di negara-negara lain khususnya Amerika, di negeri asalnya sendiri sebenarnya sudah banyak dikritik oleh orang-orang yang sangat memahami apa dan bagaimana Deposit Insurance ini.
Adalah Ron Paul Anggota Kongres AS dari Texas yang secara terang-terangan menentang konsep Deposit Insurance di negaranya. Dalam dissenting views –nya Ron Paul mengungkapkan masalah-masalah yang timbul dari konsep Deposit Insurance ini antara lain sebagai berikut :
· Dalam Deposit Insurance, bank yang di kelola secara buruk mentransfer risikonya ke bank-bank yang dikelola secara baik – tidak fair bagi bank-bank yang baik.
· Adanya Deposit Insurance membuat masyarakat tidak hati-hati dalam memilih bank-bank mana yang dikelola secara bertanggung jawab dan mana yang tidak, karena toh semua dijamin.
· Ketika dana yang dikelola oleh Deposit Insurance (dari premi dlsb) tidak mencukupi untuk menalangi dana yang dibutuhkan oleh bank-bank yang gagal, pemerintah-lah yang akan turun tangan untuk menalanginya - yang berarti menggunakan uang pajak dari rakyat yang tidak tahu-menahu masalah perbankan sekalipun !.
- Details
- Category: Ekonomi Makro
- Hits: 9904

Judul tulisan ini saya ambil dari pidato Richard W Fisher – President and CEO of Federal Reserve Bank of Dallas lebih dari setahun lalu (28/5/08). Pidato aslinya yang diberi judul Storms on the Horison waktu itu membuat banyak orang shock karena sebagai salah satu pemegang othoritas moneter dia menyampaikan peringatan yang sangat keras bagi negaranya.
Bagi yang tertarik membaca pidato komplitnya dapat klik disini, berikut saya hanya ambilkan penggalannya yang merupakan inti pesan yang ingin disampaikannya dalam pidato tersebut.
“Saya sudah memandangi cakrawala untuk melihat tanda-tanda bahaya meskipun pada saat yang bersamaan kita juga masih sedang berusaha sembuh dari gejolak yang sedang terjadi. Di kejauhan saya melihat badai yang sangat mengerikan sedang membesar – dalam bentuk hutang pemerintah yang belum pernah terukur sebelumnya. Bila kita tidak mengambil langkah-langkah untuk mengatasi ini, maka situasi fiscal pemerintahan federal akan menghancurkan ekonomi kita pada tingkat yang tidak terbayangkan…”.
Sebagai orang Federal Reserve tentu Richard tidak sedang mendramatisir isu yang sedang berkembang ketika dia berpidato. Hal ini kemudian terbukti karena tidak sampai setahun kemudian, Amerika benar-benar dalam jebakan badai ‘hutang’ yang tidak terbayang sebelumnya – dan tidak terbayang bagaimana pula membayarnya.
Untuk menyelamatkan krisis finansial yang sudah ada saja, Amerika telah mengeluarkan komitmen sebesar lebih dari US$ 13 trilyun paket bailout, consumer stimulus, penyelamatan AIG, jaminan terhadap Freddie Mac dan Fannie Mae, TARP dan berbagai program penyelamatan lainnya.
Diluar komitment ini pemerintah Amerika sudah memiliki liability yang tidak tersedia cadangan dananya (unfunded liability) sebesar US$ 99.2 trilyun dalam bentuk hutang jaminan sosial dan pelayanan kesehatan. Unfunded liability yang nggak kebayang ukurannya inilah yang yang antara lain juga diungkap dalam pidato Richard W Fisher tersebut diatas.
Untuk memberi gambaran seberapa besar unfunded liability sebesar US$ 99.2 trilyun plus komitmen/hutang baru US$ 13 trilyun atau total US$ 112.2 trilyun ini kita harus bandingkan dengan GDP negeri itu yang tahun lalu 'hanya' US$ 14.26 trilyun. Artinya total hutang mereka kurang lebih sebesar 7.87 kali dari GDPnya; nggak kebayang bukan bagaimana membayarnya ?.