Low Cost Carbon Neutral Biofuels
Dalam situasi status quo pengelolaan energy dunia saat ini, semua pihak rugi. Rakyat teriak BBM mahal dan tidak selalu ada di seluruh wilayah, pemerintah terus bertambah berat beban subsidinya, perusahaan pengelola BBM didera kerugian yang membengkak, para aktivis lingkungan terus berteriak turunkan emisi. Siapa yang untung dalam situasi seperti ini? Secara formal tidak ada, secara informal wa Allahu a'lam.
Padahal ada cara lain untuk memproduksi bahan bakar yang berbiaya murah dan carbon neutral. Memang perlu berfikir keras untuk hal ini dan perlu biaya R&D yang tidak sedikit, tetapi sebagian besar pemikiran dan R&D inipun sudah kita lakukan, tinggal terus menyempurnakannya dari waktu ke waktu.
Secara garis besar proses untuk menghadirkan bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan ini dapat dilihat pada ilustrasi di bawah. Pertama bahan baku yang diolah harus sangat murah atau bahkan gratis, untuk ini yang melimpah di perkotaan adalah sampah dan yang di pedesaan limbah pertanian. Sampah atau limbah ini rata-rata mengandung hydrocarbon lebih dari 50% dari berat keringnya, dan mengandung energi di kisaran 13 sampai 20 MJ/kg.
Challenge-nya adalah bagaimana mengambil energy content dari sampah dan limbah tersebut, pilihan kami dan ini yang kami kembangkan adalah reaktor autothermal fast pyrolysis yang kami beri nama Esse. Dengan bantuan tenaga matahari sedikit untuk menggerakkan pompa udara saja, reaktor ini dipanaskan dengan sebagian kecil biomassa itu sendiri - selebihnya diubah menjadi bio-oil yang mengandung energi dalam kisaran 17-20 MJ/kg.
Bio-oil kemudian diupgrade lebih lanjut menggunakan reaktor Fuzzy Logic dengan sejumlah reaksi yang terjadi secara simultan, dan hasilnya adalah Drop-in biofuels dalam berbagai jenisnya. Ada yang berada di kelas bensin, diesel, avtur, mazut dan bahkan juga LPG kalau mau. Biofuels yang dihasilkan dari proses upgrade ini akan mengandung energi dalam kisaran 40 sampai 45 MJ/kg. Proses upgrading ini juga butuh energi, tetapi energinya bisa juga diambilkan dari yang murah dan zero emission seperti sinar matahari.
Yang kurang apa untuk bisa sampai implementasi? Biaya! Tetapi biaya ini juga tidak besar-besar amat dibandingkan dengan subsidi transportasi BBM saja. Satu pulau saja di Indonesia timur kebutuhan subsidi untuk transportasi BBM bisa mencapai Rp 1 trilyun setahun, padahal kalau 1 % saja dari subsidi ini dialokasikan untuk R&D semacam ini - insyaAllah kita punya peluang untuk mengatasi sejumlah masalah tersebut di atas once for all! InsyaAllah.